Senin, 16 Desember 2019

Sejenak

Kadang kamu perlu untuk sedikit bersabar.
Sedikit.
Sedikit.
Sedikit lagi..
Ah tidak, barangkali perlu banyak.
Barangkali perlu berhenti 5 menit untuk mengucek mata yang lelah diforsir di depan kerjaan.
Atau mungkin beberapa menit memejamkan mata sambil menunduk.
Ketiduran maksudku.
Bercanda.
Tapi ada seriusnya.
Serius kita perlu melambat sejenak di tengah tuntutan dunia yang serba cepat.
Segera ini, segera itu, tunggu dulu.  Memang kamu sudah tahu tujuanmu?
Belum tentu!

Kadang kita terlalu asik terbawa arus.
Tapi tidak papa, setidaknya kita bergerak, berproses.
Menikmati alurnya.
Tapi jangan lupa, kamu keluar untuk menikmati. Bukan untuk tenggelam.
Heboh jika tenggelam.
Menggelepar-menggelepar tidak karuan.
Makanya lebih baik tahu tujuan, atau tahu kau berproses atau tidak.

Ingat, berhenti sejenak tidak saru tapi tentu candu.
Apalagi kalau sampai jemu.
Artinya kau tidak sejenak.

Bukan, aku bukan mendorongmu untuk menjadi pemalas.
Tapi boleh sedikit bermalas-malas.
Maksudku, lihat dulu dimana kamu, dimana kita.

Sebenarnya kamu tahu pasti tujuanmu.
Sebenarnya kamu tahu pasti kau berproses.
Sebenarnya dunia tak seburu-buru itu.
Sebenarnya semua sesuai target mu, eh target-Nya.
Tunggu dulu, sejenak saja ya.
Jangan lama-lama.

Sabtu, 14 Desember 2019

Kecil Tapi Besar

Kita semua pernah menang atas pertandingan kita masing-masing.
Entah itu besar atau kecil.
Di umur ke 2 kemenangan sebatas berjalan dan bernyanyi terbata bersama bunda.
Si putih merah merasa paling cermat saat bisa mengalikan bilangan-bilangan bulat.
Remaja tanggung merasa beruntung kala cintanya bersambung.
Masa putih biru sudah tentu paling jago kalau bisa berkesempatan pidato.
Saat kuliah?
Hmm menang atas diri sendiri yang rela kejar tugas sampai pagi juga sudah senyum-senyum sendiri.

Ya
Semakin kesini kemenangan kita kadang terasa kecil.
Semakin kesini kita semakin mengerti, kita punya pembading.
"23 yang lain sudah punya perusahaan sendiri, sisanya ramai dapat cuan dari Instagram."
"Saya seumur kamu sudah pergi kesana kemari, pulang malam mengejar karir"
"Lu harus bisa dong gitu gitu gitu"
"Puji syukur sudah memasuki trimester kedua, semoga sehat"
Dan lain lain.
Terkadang, kita memang merasa tertinggal.
Suka tidak suka, mau tidak mau, kita makhluk sosial yang suka membanding-bandingkan.
Dulu perintah "jangan mengingini" alias jangan iri aku rasa tidak masuk akal.
"Semua orang kan punya porsinya masing-masing" naifku yang lucu.

Tapi, izinkan aku menjadi naif kembali.
Izinkan aku merasa menang akan hal-hal kecilku sendiri.
Izinkan aku merasa menang, atas bangun setiap pagi untuk berproses di tempat yang panas.
Menang atas diriku yang akhirnya tidak malas menulis.
Menang atas diriku yang berusaha menerima setiap bentuk emosi, termasuk kecewa dan luka.
Menang atas diriku yang mengalahkan jiwa pemalu ku untuk menjadi ramah dan terkoneksi dengan sebanyak-banyaknya rekan.
Menang atas aku yang kembali membaca.
Menang atas aku yang bertahan tentang kita.
Menang atas makan pagi, siang dan malam ku.
Dan sesimpel, menang atas aku yang bersyukur.

Kadang, tidak perlu kemenangan yang sebesar itu.
Kadang pula, yang megah itu semu.
Jadi tolong aku, untuk mengumpulkan kemenangan-kemenangan kecilku, yang kut semakin tinggi
Yang suatu saat bisa mengalahkan kemenangan besarmu.
Ah.
Sebenarnya.
Mengalahkanmu tidak penting.
Yang paling penting.
Mengalahkan diriku,
Yang terlalu keras pada diri sendiri.
Bolehkan?

Jumat, 29 Maret 2019

Persimpangan

Perubahan adalah satu yang pasti di dunia ini.
Kita berubah, pasti.
Aku, kamu dan dia adalah orang yang berbeda di tiap menit selanjutnya. Kamu pasti pernah berfikir untuk menjadi api. Tapi di menit selanjutnya kamu ingin menjadi air, karna kamu tau kamu tidak dapat sekuat itu untuk mengontrol apimu.

Pemikiran kita selalu berubah menit demi menit. Setiap informasi menjadi pertimbangannya. Aku sadar betul, aku bukan orang yang sama saat aku melihat diriku sepuluh tahun yang lalu. Ah sepuluh tahun terlalu jauh, bahkan lima tahun yang lalu pun aku sangat berbeda.

Aku pernah menjadi pribadi yang begitu impulsif. Aku tidak peduli akan kemungkinan baik ataupun buruk, yang ku tau pasti ada jalannya dan juga pertolongan orang. Semakin dewasa aku sadar, setiap keputusan akan selalu ada konsekuensinya. Aku mulai berubah menjadi pribadi yang pemikir. Aku selalu mempertimbangkan bahkan kemungkinan terburuk dari suatu hal, yang kadang mungkin tidak seburuk itu. Aku menjadi berhati-hati. Tentu saja, semua ada maksudnya. Kadang aku dalam keadaan yang tidak ingin jatuh. Karna aku sudah pernah betul-betul terjatuh.

Tapi tetap saja aku yang berani mencoba masih ada. Aku yang impulsif masih sering muncul, tapi dengan lebih bijak. Terkadang menjadi dewasa tidak seseru itu, karna ini semua tidak lagi tentang kamu seorang. Ada pertimbangan ibu, ada pertimbangan jiwa, ada pertimbangan dia dan ada pertimbangan takutmu. Namun terkadang satu yang tetap kamu tau, you go with the flow. Pasti ada alur yang kamu ikuti, yang baik menurutmu. Yang terkadang mengejutkanmu meski sebenarnya sudah kamu prediksi. Kadang saat di persimpangan yang sangat asing untukmu, kamu memilih untuk mengikuti arusnya saja.

Tidak papa, tidak ada yang salah. Semua pasti memiliki hasil akhir menarik. Just be you and choose the one that make you happiest.
Yang menarik adalah, lagu JKT48-River membuatku lebih percaya diri.
"Tidak perlu ketakutan walau kau tertinggal. Ya tepian pasti ada, lebih percayalah pada dirimu"

Katya, 30 Maret 2019
Di persimpangan.

Senin, 18 Maret 2019

Sakit Kala UAS


Yogyakarta, 6 Juni 2017



Yth. Wakil Dekan I
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama               : Katya Chrissadewi Lucia
NIM                 : (sensor)
Fakultas           : Pertanian
Program Studi  : Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Sehubungan dengan Ujian Akhir Semester yang telah berlaku pada hari : Selasa, 30 Mei 2017 dan Rabu, 31 Mei 2017, saya memohon dengan sangat untuk mengikuti ujian susulan dengan:

Mata Kuliah                 : Ekonomi Produksi Pertanian
Dosen Pengampu         : S(sensor), S.P., M.Sc.

Dan

Mata Kuliah                 : Manajemen Finansial
Dosen Pengampu         : Ir. Ken (sensor), M.S.

Permohonan ini saya buat dikarenakan pada hari tersebut saya tidak dapat mengikuti Ujian Akhir Semester dikarenakan sakit campak. Saya berharap ujian susulan dapat segera dijadwalkan mengingat saya mengikuti KKN-PPM UGM periode antar semester di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara yang akan dilaksanakan mulai tanggal 10 Juni 2017 sampai dengan 10 Agustus 2017. Surat dokter beserta hasil pemeriksaan, fotokopi kartu ujian dan fotokopi lembar  pemesanan tiket keberangkatan KKN saya lampirkan sebagai pertimbangan.

Demikian surat permohonan ini saya buat dengan sebenarnya dan atas perhatian Bapak saya ucapkan terimakasih.


Hormat saya,



Katya Chrissadewi Lucia


Rabu, 13 Maret 2019

Tetiba Merindu


Entah kenapa akhir-akhir ini aku mulai bosan
Retorika hidup yang monoton menyesakkan
Bangun, duduk mendengarkan teori-teori hijau, jemu, pulang
Tertawa lalu hilang dan kembali termenung
“Apalagi yang harus ku tertawakan?”

Menangkap satu teman
Tidak
Tidak akan
Karena aku sudah berjanji untuk tidak
Pada siapa?
Mungkin semesta
Mungkin Bunga
Yang jelas untukku sendiri

“Kenapa tidak? Kalian manis”
Memang, siapa bilang pahit atau asam?
Kubuat semanis mungkin agar kalian ingin
Tapi tidak untuk lebih atau kesalahan yang sama akan berulang kembali
Ingat aku kupu, bukan keledai atau seonggok daging yang dungu

Selama ini, tak pernah ku melihat atau bahkan merasakan hembus kepak sayap mungilnya
Ah tidak mungil, bahkan sayapnya mungkin lebih besar dan kuat daripada milikku
Hanya saya aku yang lebih dulu terbang menjauh
Seketika berpikir
“Mengapa tak pernah bertemu kumbang, meski tamankami tak berjauhan?”
“Ingin tak ingin, setidaknya  barang sekilas saja kami pernah melihat satu sama lain bukan?”
“Apakah semesta begitu tak ingin?”
“Ataukah dia yang begitu tak ingin?..”

Senin, 23 November 2015

Selasa, 12 Maret 2019

Jakarta Underkoper


“Pergi ke Jakarta.” Adalah kalimat yang sejak lama ku takuti di hatiku. Dalam benakku, Jakarta adalah kota yang dipenuhi manusia-manusia ambisius, egois dan melakukan segala cara untuk dirinya atau dapat dipersingkat dengan sebutan orang jahat. Sedari kecil aku suka mengikuti berita di televisi atau membaca berita-berita yang ringan terlihat di internet. Mereka menggambarkan kota itu begitu negatif dan sesak, aku takut kesana.

20 Februari 2019, adalah kali pertamaku pergi menikmati Jakarta seorang diri. Malam-malam sebelum itu, jujur saja aku sempat beberapa kali berlinang air mata dan lesu. Tak seperti biasanya, aku yang senang berpetualang ke tempat baru menjadi pribadi yang enggan. Benar-benar perdana dan seorang diri. Kala itu aku sempat menghubungi saudaraku disana, yang kutahu sudah memiliki hunian yang nyaman dan posisi yang mendambakan. Tapi keluarga adalah tai bagiku, begitu bau. Beberapa kali dan jauh-jauh hari ku hubungi dia melalui aplikasi chatting sejuta umat, hanya centang biru yang ku dapat. Yang lebih bau adalah, saat hari H aku tiba di kota itu, aku tetap mencoba menghubungi, maklum aku benar-benar buta soal Jakarta yang besar, tapi tetap centang biru yang ku dapat. Mengapa tidak menelpon? Karna aku segan jikalau ku telepon, dia masih aktif di meja kerjanya. Oh dan satu lagi, dia balik menghubungiku setelah beberapa hari saat aku sudah di kereta menuju rumah, seakan menunggu waktu ketika aku pulang. Manusia selalu ingin terlihat baik,

Mengapa aku pergi kesana jika aku takut?  Sebenarnya, beberapa bulan setelah aku menganggur aku merasa sepertinya aku perlu mengembangkan sayapku ke kota lain. Jakarta menjadi kota idola para jobseeker karna begitu banyak lowongan yang ditawarkan dan kota itu merupakan tempat menjamurnya kantor pusat korporasi-korporasi di Indonesia.  Hal itu memperbesar peluang kerja bagi makhluk-makhluk jobless untuk meraih harapan. Aku mengulur waktuku untuk kesana dengan alasan aku tak punya siapa-siapa disana dan aku tak pernah kesana sebelumnya, hanya sekali ke Kantor Kementerian Pertanian dan mengunjungi Kick Andy Show dalam rangkaian studi wisata kuliah, tentu saja itu tidak dapat disebut sebagai “berkunjung dan berkeliling”. Resikonya terlalu besar untuk tiba-tiba nge-kost dan hidup tanpa bimbingan seorang pun di kota sebesar itu.

Baiklah mari langsung menjawab pertanyaannya. Aku berangkat untuk mengikuti tes di salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, Astra Motor. Meski baru tahap pertama, perusahaan di bawah naungan Astra International ini cukup membuatku berani untuk break my limit. Pikirku “ini perusahaan yang layak untuk dikejar meski harus mengeluarkan banyak biaya dan tenaga, meski harus meraba-raba di kota itu. Aku tahu aku bisa.”. Tidak dipungkiri, pun aku sempat meragu dan bertanya kepada mama, “Ma, tidak apa-apakah aku kesana sendiri? Aku takut aku gagal lagi”. Ya mengingat sudah berbulan-bulan sejak aku lulus strata satu, sudah beberapa tes yang membuahkan kegagalan dan aku sempat down. Hal yang sangat wajar dong, toh aku belum nyampai kesempurnaan. Beliau menjawab, “Ya gak papa, dicoba saja. Tapi gak usah berangkat kalau kamu pesimis.”. Kata-katanya seakan mencambuk jiwa beraniku yang sempat tidur. Aku harus kembali bangkit, berani untuk melangkah. Aku juga bangga kepada mamaku, beliau dengan besar hati melepas putri tunggalnya seorang diri ke kota terpadat di Indonesia, yang juga pernah mebekaskan kesan tidak seru di benaknya.

Kereta menjadi transportasi yang kupilih untuk pergi kesana. Maklum, sebagai seseorang yang belum menghasilkan uang sendiri, pesawat menjadi moda transportasi yang begitu mahal. Kala itu nominalnya sudah mencapai kepala lima dalam ratusan ribu, tabunganku dengan tegas menolaknya. Semenjak lulus aku tidak lagi minta uang saku, hanya kasih Tuhan dan sisa tabungan semasa kuliah yang kugunakan untuk biaya keperluanku. Kalau naik bus, sudah pasti aku tidak sanggup, meski lebih murah. Sudah terbayang berapa kantong plastik yang akan kuisi nantinya. Eh kecuali kalau naik bus patas, aman sih tapi tetap tidak ingin. Fajar Utama Yk menjadi pilihan teraman dan ternyamanku, pun kantong tidak terlalu menjerit. Subuh itu mama mengantarku untuk mengejar Prameks ke Jogja. Setibanya di Stasiun Tugu, kekasihku menyambut dengan senyum hangat untuk membantuku menaikkan barang-barang dan ya namanya juga anak muda, tidak afdol jika tidak bertemu dahulu untuk berpisah meski sementara.

Stasiun Jatinegara, kata temanku lebih dekat turun disitu untuk kemudian ke kostnya di Pasar Rebo. Karna masih jam 3 sore, otomatis temanku belum pulang kerja dan aku belum punya tempat untuk beristirahat. Aku memanfaatkan waktu untuk cek lokasi tes. Jatinegara – Sunter ternyata begitu jauh, astaga. Di lokasi, dengan koper ditangan, baju sangat non formal dan muka capek akibat perjalanan 9 jam, aku memberanikan diri untuk masuk ke gedung Head Office dan bertanya dengan staff disana untuk memastikan gedung inilah lokasi tes-ku nanti. Pak satpam sedikit memandangku aneh, namun untungnya masih tetap ramah. Ia mengira aku baru turun dari pesawat, ku iyakan saja karna aku malas menjelaskan hehe.

Sunter – Pasar Rebo kuarungi dengan tiga kali ojek online. Untungnya aku mendapat driver-driver baik yang tidak membahayakan nyawaku. Malah mereka memberiku tips naik ojol dari lokasi kost temanku yang jauh, mengingatkan untuk berhati-hati dan tetap waspada. “Hati-hati ya neng, tasnya taroh depan.”, katanya hangat. Sempat aku berhenti di PGC, saking ngga tahunya dimana harus berhenti, dan disitu sinyal Tri hilang entah kemana. Bingung bagaimana harus memesan ojol selanjutnya, aku memberanikan diri untuk meminta seorang mbak berhijab untuk membagi kuota internetnya denganku. Baik sekali dia mau, aku menawarkan sekotak susu untuk mengganti jasa baiknya dan dia menolak. Usut punya usut, mungkin dia takut aku memasukkan obat-obat aneh ke dalamnya haha ternyata harus begitu untuk tetap aman di Jakarta ya?

Kanugrahan Rahayu atau kusapa Kanu, teman kristianiku sedari bangku SMA. Dia begitu baik menerimaku di kostnya. Pertama kali aku cerita soal ke Jakarta, dia langsung menawariku untuk tinggal disana. Kami sebenarnya tidak terlalu sering ngobrol karna memang waktu itu sama-sama pendiam, tapi aku begitu bersyukur karna kasihnya padaku. Di kostnya mungkin sebenarnya dikenakan biaya untuk tamu yang menginap beberapa hari, tapi dia terus mengelak dan berkata “Ngga bayar kok kat. Gapapa kok, beneran.”. Dia yang merawatku waktu aku disambut meriang muntah-muntah selepas naik ojol membelah Jakarta tanpa jaket tebal hehe. Tidak berhenti disitu, dia juga memberkatiku dengan membelikanku tiket kereta pulang. Dasar baik!

Begitu riuh, begitu kesanku akan Jakarta. Sebagai seseorang yang besar di kota kecil dan berkuliah di Yogyakarta, Jakarta begitu baru buatku. Setiap orang terlihat terburu-buru, lelah, waspada dan ingin menang sendiri. Motor tidak akan berhenti tepat di belakang zebra cross, bahkan kalau perlu terobos saja lampu merahnya! Trans Jakarta begitu sesak dipadati pekerja yang sibuk dengan handphonenya (thanks Ridho yang mengajariku naik TJ dan download aplikasi Trafi!). Satu hal besar yang kudapat disini, semua orang berjuang dengan sungguh-sungguh. Mereka mengajariku bahwa memang hidup kadang berombak dan kita harus berusaha mendayung dengan kuat. Kalau perlu beli motor penggerak kapal biar jalannya lebih kencang! Tidak dipungkiri, setiap orang pasti memiliki permasalahan yang mungkin tidak terlihat di mata kita but yes, show must go on. Lelah boleh, berhenti sejenak boleh, tapi harus bangkit lagi. Dan setiap perjuanganmu pasti berbuah hasil yang manis di waktu yang tepat.

Aku belajar untuk menghargai hidup lebih lagi. Aku bahagia karna Tuhan menguatkanku untuk mendobrak batas yang kubuat sendiri. Tentu saja Dia tidak membiarkanku sendirian, aku bersyukur atas orang-orang baik yang menjaga, menolong dan menyeponsoriku di perjalanan perdanaku ini. Sabtu di kereta Jayakarta Premium memberiku banyak waktu untuk bersyukur dan berharap. Aku senang aku bisa mengenal Jakarta dan memberanikan diriku lebih lagi. Aku berkata kepada-Nya bahwa aku siap untuk Jakarta esok dan selanjutnya. Entah itukah rencanaNya atau bukan, tapi aku percaya Tuhan menyediakan dan Ia tahu waktu yang terbaik.

Doaku kala itu adalah doa Yabes dalam 1 Tawarikh 4 ayat ke 40:
‘ Yabes berseru kepada Allah Israel, katanya: “Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku” Dan Allah mengabulkan permintaannya itu. ’
Dan terjadilah padaku juga.

Akupun berdoa saat ini, seperti pada kalimat kedua dai 2 Tawarikh 26 ayat 5:
‘ Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil. ‘
Begitu pun padaku. Amin.

Terimakasih sudah membaca kisahku. Doakan aku dan kehidupan karir ku selanjutnya, okay?

Best regards!
Katya, yang masih menunggu hasil tahap seleksi ke-2 dan petualangan-petualanganku selanjutnya.

Senin, 11 Februari 2019

Bertemu Kembali!

Halo, Hai~
Selamat malam.
Ya, Katya kembali lagi dalam dunia per-blog-an.
Kenapa?
Karena saya sedang mengaggur wkw huf.
Iya teman, aku akhirnya kembali setelah terakhir bloging di jaman SMA. Postingan-postinganku kala itu lucu sekali, khas anak SMA yang lugu wkw. Banyak menceritakan tentang cinta dan kegalauan yang dikemas dengan sok puitis. Gaya lamaku banget. Mengingat kala itu aku sering membaca novel dan tentu saja banyak diantaranya adalah novel cinta-cintaan remaja. Alhasil gaya penulisan terbawa semi-semi pujangga gitu ~

Setelah masuk kuliah, aku sedikit banyak banting setir dari dunia ke-introvert-an ku. Ya gimana lagi, awalnya aku mau tetap ngga sepeduli itu dengan orang-orang, mau kuliah-pulang-baca novel dan hal-hal tanpa interaksi lainnya but it seems so impossible. Hadeuuuh geng ngga sanggup kalo dikuliah se ansos itu. Semester pertamaku aku masih ngga peduli kan ya, tapi ternyata jadi bener-bener ngga punya teman, literally have no one to depend or else. 

Jadi semester selanjutnya aku mulai terbuka. Aku mulai aktif di organisasi, ikut kepanitiaan ini itu dan tersedotlah aku ke dunia persilatan kepanitian kampus feat organisasi a.k.a no life. But it was good tho! Ya karna ternyata semenyenangkan itu benar-benar punya banyak teman, banyak hal yang bisa diterima, dibagi, dipelajari dan digibahkan, em maksudnya di diskusikan. Banyak info baru, banyak skill baru yang ditambah dan banyak mengenal berbagai tipe kepribadian manusia.
Cuman ya, segala sesuatu ada masanya. Ada masa mengebu-gebu puol, ada masa sepi sekali huhu. Kenapa ngga ada masa yang sedang-sedang aja gitu si, yang ngga sibuk-sibuk banget tapi ya ngga gabut gitu?

Masuk semester 7, setelah KKN, manusia yang awalnya no life akibat sudah demis dari organisasi dan udah ngga diterima pensiun dalam kepanitiaan akhirnya selo bosque. Istilah kerennya "lebih serius kuliahnya". Awalnya seneng sih, kelas dah tinggal dikit, mulai ngerjain skripsi dan banyak waktu senggang. Cuman lama-lama bosen buanget cuy! Terbiasa memiliki banyak kegiatan dalam 24
jam membuatmu menjadi pribadi yang suka membuat skema kerja biar target kerja tercapai. Pernah dalam sehari aku seperti ini:
https://twitter.com/katyaCss/status/1085865153445257216

Iya geng, aku jadi suka memilah-milah waktuku dan melakukan segala sesuatu secepat dan seefektif mungkin. Ongkang-ongkang kaki hanya malam waktu udah selesai "main" di sekre atau memang day off. Punya banyak waktu luang setelah undur dari hiruk pikuk kehidupan mahasiswa aktif membuat saya merasa kosong. Iya, hampa aja gitu, terlalu gabut. Rasanya kayak keramaian kemarin hanya sebuah cerita sisi lain kehidupanku dan aku kembali ansos, selayaknya diriku dulu. Masuk semester akhir kuliah itu bener-bener ya cuman ngumpul sama teman se tongkrongan aja, teman "biasa" mulai jarang ditemui karna kelasnya udah beda-beda. Jarang ngumpul di sekre karna mulai sibuk skripsi, terus lama-lama jadi enggan datang karena ngga kenal anak baru. Akhirnya cabut kos dan ya dunia sesepi itu, se-tidak-menggairahkan itu.

Aku mulai rindu hari-hari aku punya target perkuliahan dan organisasi. Rindu lari-lari dalam persiapan kepanitiaan. Rindu tergesa-gesa masuk ke kelas pagi. Rindu tugas praktikum yang seringnya kukerjakan dengan gerutu. Rindu tangan penuh cat dikala mural. Rindu produktif. 

Aku merasa kekosongan ini akan segera selesai, disaat aku mulai bekerja.
Tapi ya hidup kadang memberimu kejutan.
Sudah hampir 6 bulan aku begini-begini aja.
Meski udah berjuang melakukan yang terbaik.
Ha.
Aku udah cape beberapa waktu yang lalu bersedih.
Harus tetap positif!
Maka dari itu, here I am. 
I am back to share my story again !
May you guys glad for it.

Regards, 
Katya.